Paloh, Sambas, Selasa 29 Mei 2012. Pelestarian penyu akan sia-sia jika masyarakat sekitar tempatnya bertelur tidak mendukung. Aturan dengan ancaman sanksi tidak juga mampu menangkal ancaman kepunahan satwa ini. Di Paloh, Sambas penjarahan telur penyu mulai berkurang karena sekelompok masyarakat yang dulunya menjarah kini bersikap terbalik, justru menjaganya.
Tengah malam, tiga bulan lalu Darmawan dan dua rekannya menelusuri Pantai Tanjung Kemuning, Paloh. Ketiganya melihat sekumpulan orang yang dicurigai akan menjarah telur penyu. Dugaan itu nyata ketika Darmawan dan rekannya menghampiri sekumpulan orang itu. "Mereka ternyata mencuri telur penyu," kenang Darmawan, Sabtu (26/5) di Paloh. Darmawan mencoba memberi pengertian kepada para penjarah bahwa apa yang mereka lakukan menyalahi peraturan perundang-undangan. Bukan mahfum, penjarah berkeras, tetap ingin mengambil telur penyu tersebut. "Untuk menghindari benturan kami tinggalkan saja mereka, yang penting kami sudah mengingatkan," katanya. Darmawan dan 25 warga Desa Sebubus, Paloh, Sambas adalah Anggota Kambau Borneo. Sekelompok orang yang bertekad menjaga kelestarian penyu di desanya.
Setahun lalu Kambau Borneo terbentuk dan lantas diberi embel-embel kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) di depannya agar mendapat legalitas. Sebagian besar anggota Pokmaswas Kambau Borneo dulunya juga penjarah telur penyu. Setiap malam di sepanjang Pantai Paloh sekitar 63 kilometer mereka berburu telur satwa yang dilindungi itu. Telur yang mereka jarah kemudian dijual ke Sambas, Pontianak bahkan Malaysia melalui Jagoi Babang, Bengkayang. Dulu menjarah sekarang menjaga telur penyu tidak lantas membuat Kambau Borneo mendapat apresiasi. Malah sebaliknya banyak yang mencomooh kehadiran kelompok ini. Sering juga mereka mendapat intimidasi, baik langsung maupun melalui pesan singkat. "Ada juga yang bilang mau membubarkan Kambau Borneo," ungkap Darmawan.
Ismail (47) yang juga Anggota Kambau Borneo mengaku setahun lalu dirinya masih mencuri telur penyu. Selain dimakan telur itu dijualnya dengan pengepul yang datang ke Sebubus dengan harga Rp2.000 per butir. "Sejak gabung dengan Kambau Borneo saya tidak pernah ambil lagi (telur penyu). Sudah sadar," tuturnya. Selain menyadari penjarahan dilarang aturan dan berdampak negatif untuk lingkungan, Ismail juga merasa diawasi masyarakat karena kapasitasnya sebagai anggota kelompok pengawas. "Walau penjaga kami juga diawasi warga. Karena ada kecurigaan kami juga mencuri telur penyu sambil menjaganya," ucapnya. Sehari-hari Ismail bekerja sebagai nelayan. Disela-sela melaut dulu dia menjarah telur penyu sebagai tambahan penghasilan. Setelah ditulari beberapa rekannya tentang pentingnya kehadiran penyu untuk keberlangsungan satwa dan penyeimbang lingkungan, Ismail meninggalkan penjarahan telur penyu.
"Kalau dulu kami tidak tahu tentang aturan dan fungsi penyu itu sendiri terhadap lingkungan. Sudah tahu begini kami akan menjaganya," kata warga Dusun Jeruju, Sebubus itu. Sama halnya dengan Andi warga Dusun Setinggak, Sebubus, Paloh. Dua tahun lalu Andi masih sering ke Pantai Paloh pada malam hari untuk mencuri telur penyu, terutama ketika musim bertelur antara Juni hingga Oktober. Sekarang, setelah menjadi Anggota Kambau Borneo Andi justru melarang orang mencuri telur penyu dan terus berkampanye tentang pentingnya satwa pengarung samudera itu. Alasan Andi menjaga pantai dan telur penyu tidak sekedar bernuansa konservasi. Dia risau dengan penilaian warga yang menganggap dirinya masih mencuri telur penyu. "Sekalian saja jadi Anggota Kambau Borneo dan menjaga telur penyu, karena saya tidak melakukannya juga orang menganggap saya masih mencuri. Kalau saya tidak boleh mengambil telur penyu orang lain juga jangan melakukannya," tegasnya.
Terdapat dua penyu endemik Pantai Paloh, penyu hijau (chelonia mydas) dan penyu sisik (eretmochelys imbricata). Selain itu ada juga jenis penyu yang ditemui di Pantai Paloh namun jarang, sepeti penyu lekang (lepidochelys olivacea) dan penyu belimbing (dermochelys coriacea). "Endemik maksudnya dua jenis penyu yang kerap naik ke Pantai Paloh tempat untuk bertelur," kata Koordinator Site Paloh WWF Indonesia, Dwi Suprapti. Tiga tahun lalu pencurian telur penyu di Paloh sangat tinggi. Dwi mengatakan, dari semua penyu yang bertelur hampir seratus persen telurnya dijarah. Hanya sebagian kecil menetas, itu pun berasal dari sarang yang tidak terdeteksi oleh penjarah. Sejak ada Kambau Borneo perubahan terjadi. Sepanjang 2011 misalnya, sebanyak 93 persen dari 9.000 sarang berhasil menetas di tempatnya bertelur bukan di penangkaran. "Kami menghitungnya dari cangkang telur di lobang peneluran. Yang mampu dihitung hanya 14 ribu cangkang," ucap dokter hewan itu.
Keberadaan Kambau Borneo dinilainya sangat berpengaruh terhadap keamanan telur penyu. Namun jumlah 93 persen itu belum sesuai harapan, menurutnya, telur penyu masih dapat diselamatkan hingga 95 persen pada tahun ini. "Yang sisa tujuh persen hingga sekarang masih dijarah, bukan karena predator alam. Mudah-mudah tahun ini bisa sampai 95 persen telur yang menetas menjadi tukik (anakan penyu)," harapnya. Perhitungan telur penyu oleh Kambau Borneo dan WWF itu hanya pada 19,3 kilometer dari 63 kilometer panjang Pantai Paloh. Memang di sepanjang pantai tersebut ada penyu bertelur, tetapi dari Sungai Mutusan hingga Sungai Belacan sepanjang 19,3 kilometer menjadi lokasi favorit penyu berkembangbiak. "Makanya konsentrasi kami antara Sungai Mutusan sampai Sungai Belacan, karena paling banyak penyu naik ke darat," kata Ketua Kambau Borneo, Muraizi.
Bupati Sambas Juliarti Djuhardi Alwi mengakui ada dilema dalam pelestarian penyu. Di sisi lain perdagangan telur penyu dilarang undang-undang, sedangkan pada aspek lain masyarakat Paloh turun-temurun memanfaatkan nilai ekonominya. Telur penyu menjadi salah satu mata pencaharian penduduk setempat. "Memang perlindungan penyu dan telurnya belum berjalan seperti yang kami inginkan. Masih ada pro-kontra di tengah masyarakat sehingga menimbulkan benturan. Tidak ingin itu terjadi tentunya kami (pemerintah) bertugas menyadarkan masyarakat. Sosialisasi akan lebih gencar kami lakukan," ucapnya. "Sampai saat ini masih ada masyarakat yang belum sadar dan menjarah telur penyu. Biasa ada yang datang ke rumah saya membawa telur penyu sebagai oleh-oleh dari Paloh. Tapi saya tolak secara halus, tidak pernah diterima," tambahnya. Juliarti menilai kesadaran masyarakat terhadap konservasi penyu sudah maju dengan adanya Kambau Borneo. Dia berjanji akan mendukung keberadaan kelompok masyarakat itu. "Pemkab tentunya akan mendukung," tegasnya.
Kepala Bidang Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Kalimantan Barat, Dionisius Endy mengatakan, keberadaan Kambau Borneo sejalan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. "Dalam aturan itu masyarakat memang terlibat melakukan pengawasan sumber daya perikanan," jelasnya. Di Kalbar terdapat 82 Pokmaswas yang tersebar di 11 kabupaten kota, sisanya tiga kabupaten belum memilikinya. Endy mengingatkan Kambau Borneo agar tidak keluar dari jalurnya sebagai pengawas. Masyarakat hanya boleh mengawasi dan mengingatkan jika ada pelanggaran, sedangkan penindakan serta sanksi dilakukan oleh aparat keamanan. "Apa yang dilakukan sekarang sudah benar, Kambau Borneo hanya mengawasi dan mengingatkan penjarah telur penyu. Jangan sampai Kambau Borneo menghakimi penjarah telur, kalau itu terjadi justru mereka yang salah dan dapat dipidana," ingatnya.(*)
HENDY ERWINDI / Pontianak Post