Berdasarkan analisis Citra Landsat tahun 2009 maupun Naskah Akademis Rencana Zonasi WP3K Prov. Kalbar Tahun 2011, luas wilayah laut Kalimantan Barat diperkirakan mencapai 32.000 Km2. Mencakup Wilayah Penangkapan Perikanan (WPP) 711 meliputi Laut Cina Selatan, Laut Natuna dan Selat Karimata (Permen KP No. 1 / 2009) yang terentang sepanjang garis pantai 1.398 Km menghubungkan 7 kabupaten pesisir yakni Sambas, Bengkayang, Pontianak, Kubu Raya, Kayong Utara, Ketapang serta kota Singkawang. Ditambah potensi perairan daratan berupa 3 DAS utama yakni Sungai Sambas, Kapuas (sungai terpanjang di Indonesia, 1.080 Km) dan Pawan, serta sejumlah danau utama diantaranya Lait (Sanggau) dan Sentarum (Kapuas Hulu). Dimana pada perairan laut maupun daratan tercatat memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 217 berdasarkan verifikasi Toponimi 2008, kecuali sejumlah yang belum resmi terdata di Danau Sentarum.
Namun data fisik kekayaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berpotensi besar hanyalah hiasan kecil jika belum dikelola optimal serta gagal dimanfaatkan secara berkelanjutan dikarenakan beberapa kendala berupa rendahnya sumberdaya manusia, keterbatasan sarana dan prasarana termasuk teknologi penangkapan, lemah permodalan, koordinasi lintas sektoral belum padu dan benturan administratif, serta kelowongan aspek hukum berikut krisis penegakkan bagi pelaku tindak pidana kelautan dan perikanan. Menurut UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, garis besar pengelolaan perikanan mencakup semua proses yang terintegrasi dalam perencanaan perikanan, analisis dan keputusan alokasi sumberdaya ikan, implementasi peraturan dan perundangannya, hingga penegakan hukum perikanan. Terhadap tujuan terlaksananya keberlangsungan produktivitas sekaligus pelestarian sumberdaya ikan sebagai bagian dari pengelolaan dan “bisnis” perikanan, terdapat aspek pengawasan berupa penegakan hukum termasuk tindak pidana sampai pengadilan ad hoc perikanan. Sekaligus dapat bermakna bahwa instansi Kelautan dan Perikanan dapat terfokus pada masalah ekonomi dan kemakmuran (prosperity), sementara sektor kelautan lainnya akan dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan, Bea dan Cukai, Kepolisian serta TNI-AL terutama aspek keamanan (security) serta kedaulatan negara (sovereignty). Kemudian secara multi sektoral akan diakomodir berdasarkan Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut (BAKORKAMLA), Dirjen PSDKP selaku Eselon I KKP juga turut menjadi bagian Tim Korkamla bersama 12 instansi lain yang memiliki kewenangan menangani keamanan laut NKRI sebagai perairan berdaulat. Konon di Sambas sedang direncanakan menjadi salah satu lokasi pusat komando BAKORKAMLA terutama terkait high seas dan jalur ALKI I.
Peran pengawasan dan fungsi penegakan hukum bidang perikanan dan kelautan oleh Pengawas Perikanan meliputi kegiatan penangkapan, pembudidaya, dan pengolahan hasil perikanan, serta pengangkutan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan, aspek konservasi, penelitian dan pengembangan termasuk pemanfaatan plasma nutfah, juga antisipasi dampak kerusakan sumberdaya ikan maupun wabah hama dan penyakitnya. Walau kenyataannya masih sulit diterapkan akibat kendala ego struktural maupun kebijakan “selera” pimpinan terkait perijinan yang diawasi contohnya. Selanjutnya dalam konteks kelautan dan perikanan, pengawasan mencakup tiga aspek yakni sebagai suatu kegiatan, pengendalian, dan tindakan, atau penjabaran pengawasan berdasarkan FAO (Food and Agriculture Organization) adalah dilaksanakannya sistem MCS berupa Monitoring (Pemantauan), Controlling (Pengendalian) dan Surveillance (Operasi Lapangan). Pengawasan sebagai suatu kegiatan berupa pemantauan (monitoring) adalah pengumpulan data, fakta dan informasi tentang pelaksanaan peraturan perundang-undangan berikut analisa dan perencanaan secara langsung maupun tidak langsung. Sementara pengawasan sebagai pengendalian (controlling) merupakan pencegahan awal (preemptive), dapat dengan proses perijinan, pemeriksaan atau verifikasi, maupun pengaturan larangan berikut sosialisasi da pembinaannya (persuasive). Kemudian pengawasan berupa tindakan (surveillance, istilah yg sering kupilih bagi tamu “bule” untuk mewakili tupoksi) adalah penanganan, pemberian sanksi atas pelanggaran guna menimbulkan efek jera atau kesadaran taat aturan, antara lain melalui operasi lapangan hingga penertiban (responsive).
Kegiatan dan sifat Pengawasan Perikanan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Kalbar hingga kini masih mengutamakan pengendalian dalam bentuk preemptive dan persuasif, dalam rangka meningkatkan kesadaran dan ketaatan hukum terutama melibatkan masyarakat lokal. Antara lain melalui program Sistim Pengawasan Perikanan Berbasis Masyarakat berupa pemberdayaan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) dalam rangka mengantisipasi keterbatasan jumlah pengawas DKP dibandingkan wilayah kerja pengawasan. Sekaligus mengakomodir tata cara dan kearifan setempat (local wisdom), sehingga diharapkan unsur penindakan (responsive) sebagai upaya terakhir menjadi lebih efektif sekaligus tidak memberatkan anggaran. Khusus mulai Tahun Anggaran 2012 telah terdapat Kapal Pengawas Perikanan sebagai aset Pemda yang dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Kalbar sebagai penunjang kegiatan melalui prioritas utama untuk memudahkan koordinasi pengawasan berupa operasi terpadu dengan tingkat kabupaten dan kota di Kalbar sesuai kewenangan. Diharapkan kehadiran sarana kapal pengawas perikanan dapat lebih memastikan para pelaku usaha dan kegiatan perikanan untuk mematuhi segala peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang ditetapkan, demi kelestarian sumber daya perikanan, keberlanjutan mata pencaharian masyarakatnya hingga peningkatan kontribusi ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan di Kalbar.
dionisius endy