Posted in
arwana,
borneo,
ekspose,
kapuas hulu,
maritim
Saya yang bertandatangan di bawah ini, berjanji dan bersumpah dengan menyebut nama Allah. Demi Allah, saya tidak akan mengulangi atau melakukan perbuatan yang melanggar peraturan, dan apabila saya mengulangi perbuatan itu lagi maka saya rela dihukum dengan hukuman tiga kali lipat dari hukuman yang telah ditentukan oleh masyarakat dusun Nanga Empangau kepada saya sebesar Rp 250 ribu dan alat penangkapan ikan disita, atau dengan imbalan uang sebesar Rp 250 ribu. Demikian surat perjanjian ini di buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan dari siapapun, atas kesadaran pribadi agar dapat dipergunakan dan diperhatikan sebagaimana mestinya.
Cuplikan surat perjanjian itu merupakan salah satu bukti dari pemberdayaan kearifan lokal yang masih tetap berlaku. Adalah buah dari kerja keras sebuah Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) bidang perikanan pada lokasi Danau Lindung di Kalimantan Barat. Masyarakat Desa Nanga Empangau Desa Teluk Air Kecamatan Bunut Hilir di Kabupaten Kapuas Hulu yang tergabung dalam Pokmaswas Danau Lindung Nanga Empangau, merupakan para penjaga alam sekaligus pemanfaat kelestarian lingkungan yang telah ditetapkan melalui SK Bupati Kapuas Hulu No. 55 Tahun 2004 Tanggal 28 April 2004. Melalui POKMASWAS sebagai wadah pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat (SISWASMAS) dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang telah ditetapkan oleh Kepmen KP No. 58 Tahun 2001, sekaligus amanat UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan khususnya pasal 67 menyatakan: Masyarakat dapat diikutsertakan dalam membantu pengawasan perikanan. Selanjutnya masyarakat Desa Nanga Empangau berhak melaksanakan pengawasan pada Danau Lindung, memantau kegiatan perikanan sekaligus mengantisipasi terjadinya pelanggaran yang berpotensi merusak pola kehidupan dan mata pencaharian mereka sendiri.
Berawal dari keprihatinan terhadap aktivitas perburuan liar terutama kematian beberapa induk ikan Arwana di perairan Danau Nanga Empangau, sementara habitatnya kian langka yang justru semakin meningkatkan jumlah permintaan pasar. Jenis ikan eksotis khas Asia yang lekat dengan mitos oriental sehingga disebut ikan naga bahkan ikan dewa ini, memang banyak terdapat di Kalimantan Barat terutama jenis termahal seperti Super Red. Sementara bagi masyarakat pedalaman yang terbiasa mengkonsumsi ikan termasuk Arwana perak, namun tidak untuk jenis Arwana yang berwarna merah keemasan. Selain jarang didapat dan lebih sulit dipelihara, keberadaan Arwana merah keemasan yang disebut Silok juga diyakini menjaga keberuntungan dan ketentraman penduduk setempat. Maka POKMASWAS Nanga Empangau yang diinisiasi sejak 1997 lalu bertekad memulihkan kembali (restocking) khususnya ikan Arwana, yakni swadaya membeli dua induk sebagai "biang pemulihan". Demi keamanan induk yang dipelihara dan dibesarkan di akuarium khusus, selanjutnya dua "biang Arwana" dilepaskan secara adat ke Danau Lindung Empangau pada tahun 2000 dan didukung penuh pemerintah daerah setempat.
Perhatian dan campur tangan pemerintah daerah Kabupaten Kapuas Hulu berlanjut pada pembentukan lembaga adat sekaligus menerapkan fungsi sistem pengawasan dan pengendalian sumberdaya perairan dan perikanan berbasis masyarakat di Danau Empangau, termasuk pembentukan Seksi Keamanan dan Hukum yang memiliki peran pengawasan, perumusan hukum adat berikut sanksinya terhadap setiap pelaku pelanggaran. Sekaligus untuk lebih meningkatkan status Danau Empangau menjadi Kawasan Danau Lindung, masyarakat Nanga Empangau bersepakat mengajukan usulan kepada pemerintah daerah melalui sektor perikanan yang masih berada di bawah Dinas Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup untuk mengeluarkan ketetapan berdasarkan SK Bupati Kapuas Hulu Nomor 06 Tahun 2001 tanggal 31 Januari 2001. Maka danau seluas 120 Ha yang memiliki variasi kedalaman 3 hingga 20 meter sehingga dapat lebih dalam daripada Sungai Kapuas, telah memiliki payung hukum terutama menjaga pelestarian perairan dengan potensi budidaya perikanan Toman, Jelawat, Tengadak, Baung. Terutama sang maskot Arwana telah dapat dipulihkan menjadi sebanyak 17 induk, atau tercatat dari tahun 2004 hingga 2008 telah berhasil memanen ikan Arwana sebanyak 169 ekor.
Adapun kiprah keberhasilan penduduk Desa Nanga Embaloh dalam menjaga eksistensinya adalah pengakuan berupa penghargaan dari Bupati Kapuas Hulu sebagai Kelompok Tani Nelayan Berprestasi di Bidang Pelestarian Lingkungan Hidup di tahun 2006 untuk kategori "Penyelamat Lingkungan", berlanjut pada penghargaan dari Gubernur Kalimantan Barat atas peran serta secara aktif dalam kegiatan Pengawasan Perairan Danau Lindung Empangau di tahun 2006. Berdasarkan apresiasi tersebut maka berdasarkan Surat Keputusan dari Kepala Kantor Perikanan Kabupaten Kapuas Hulu resmi dibentuk POKMASWAS pada tahun 2007 berikut diterbitkannya Sertifikat Pengukuhan POKMASWAS oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat di tahun yang sama. Pembentukan ini berujung pretasi awal saat meraih Sertifikat Penghargaan POKMASWAS Kabupaten Kapuas Hulu Terbaik di tahun 2007 yang kemudian terulang kembali berupa penghargaan POKMASWAS Kabupaten Kapuas Hulu Terbaik tahun 2011. Prestasi yang kemudian membuat Tim Penilai Evaluasi POKMASWAS Tingkat Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat memutuskan bahwa POKMASWAS Danau Lindung Empangau Kabupaten Kapuas Hulu dapat diikutsertakan dalam Evaluasi POKMASWAS Tingkat Nasional Tahun 2011 untuk Bidang Pelestarian Sumberdaya Perairan.
Salah satu aspek yang menjadikan POKMASWAS Danau Lindung Empangau dapat memenuhi sekaligus unggulan kriteria evaluasi adalah keberhasilan dalam mempertahankan unsur pelestarian sekaligus menegakkan dan menerapkan aturan yang telah menjadi konsensus bersama sebagai kearifan lokal. Mereka telah optimal menegakkan keadilan hukum bagi siapa saja yang melanggar, termasuk bagi warga setempat. Misalnya pada Maret 2006, di Danau Lindung Empangau terjadi pencurian 3 induk ikan Arwana. Setelah dilakukan penyelidikan lapangan oleh pengurus adat beserta POKMASWAS, diperoleh temuan yang mencuri adalah penduduk Nanga Empangau itu sendiri. Akibatnya dijatuhkan sanksi berupa denda nominal bahkan pencuri beserta keluarganya diusir dari desa Nanga Empangau. Maka setelah lulus persyaratan administrasi dan kelengkapannya untuk mewakili Kalbar dalam Evaluasi POKMASWAS Tingkat Nasional Tahun 2011, pada tanggal 26 hingga 29 September 2011 telah turun tim evaluasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan ke Desa Nanga Empangau. Harapannya adalah melalui utusan POKMASWAS Danau Lindung Empangau agar dapat membuktikan eksistensi kearifan lokal yang tetap terpelihara, sekaligus mewakili masyarakat Kalbar yang sudah saatnya dapat berbicara pada level nasional.
Berawal dari keprihatinan terhadap aktivitas perburuan liar terutama kematian beberapa induk ikan Arwana di perairan Danau Nanga Empangau, sementara habitatnya kian langka yang justru semakin meningkatkan jumlah permintaan pasar. Jenis ikan eksotis khas Asia yang lekat dengan mitos oriental sehingga disebut ikan naga bahkan ikan dewa ini, memang banyak terdapat di Kalimantan Barat terutama jenis termahal seperti Super Red. Sementara bagi masyarakat pedalaman yang terbiasa mengkonsumsi ikan termasuk Arwana perak, namun tidak untuk jenis Arwana yang berwarna merah keemasan. Selain jarang didapat dan lebih sulit dipelihara, keberadaan Arwana merah keemasan yang disebut Silok juga diyakini menjaga keberuntungan dan ketentraman penduduk setempat. Maka POKMASWAS Nanga Empangau yang diinisiasi sejak 1997 lalu bertekad memulihkan kembali (restocking) khususnya ikan Arwana, yakni swadaya membeli dua induk sebagai "biang pemulihan". Demi keamanan induk yang dipelihara dan dibesarkan di akuarium khusus, selanjutnya dua "biang Arwana" dilepaskan secara adat ke Danau Lindung Empangau pada tahun 2000 dan didukung penuh pemerintah daerah setempat.
Perhatian dan campur tangan pemerintah daerah Kabupaten Kapuas Hulu berlanjut pada pembentukan lembaga adat sekaligus menerapkan fungsi sistem pengawasan dan pengendalian sumberdaya perairan dan perikanan berbasis masyarakat di Danau Empangau, termasuk pembentukan Seksi Keamanan dan Hukum yang memiliki peran pengawasan, perumusan hukum adat berikut sanksinya terhadap setiap pelaku pelanggaran. Sekaligus untuk lebih meningkatkan status Danau Empangau menjadi Kawasan Danau Lindung, masyarakat Nanga Empangau bersepakat mengajukan usulan kepada pemerintah daerah melalui sektor perikanan yang masih berada di bawah Dinas Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup untuk mengeluarkan ketetapan berdasarkan SK Bupati Kapuas Hulu Nomor 06 Tahun 2001 tanggal 31 Januari 2001. Maka danau seluas 120 Ha yang memiliki variasi kedalaman 3 hingga 20 meter sehingga dapat lebih dalam daripada Sungai Kapuas, telah memiliki payung hukum terutama menjaga pelestarian perairan dengan potensi budidaya perikanan Toman, Jelawat, Tengadak, Baung. Terutama sang maskot Arwana telah dapat dipulihkan menjadi sebanyak 17 induk, atau tercatat dari tahun 2004 hingga 2008 telah berhasil memanen ikan Arwana sebanyak 169 ekor.
Adapun kiprah keberhasilan penduduk Desa Nanga Embaloh dalam menjaga eksistensinya adalah pengakuan berupa penghargaan dari Bupati Kapuas Hulu sebagai Kelompok Tani Nelayan Berprestasi di Bidang Pelestarian Lingkungan Hidup di tahun 2006 untuk kategori "Penyelamat Lingkungan", berlanjut pada penghargaan dari Gubernur Kalimantan Barat atas peran serta secara aktif dalam kegiatan Pengawasan Perairan Danau Lindung Empangau di tahun 2006. Berdasarkan apresiasi tersebut maka berdasarkan Surat Keputusan dari Kepala Kantor Perikanan Kabupaten Kapuas Hulu resmi dibentuk POKMASWAS pada tahun 2007 berikut diterbitkannya Sertifikat Pengukuhan POKMASWAS oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat di tahun yang sama. Pembentukan ini berujung pretasi awal saat meraih Sertifikat Penghargaan POKMASWAS Kabupaten Kapuas Hulu Terbaik di tahun 2007 yang kemudian terulang kembali berupa penghargaan POKMASWAS Kabupaten Kapuas Hulu Terbaik tahun 2011. Prestasi yang kemudian membuat Tim Penilai Evaluasi POKMASWAS Tingkat Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat memutuskan bahwa POKMASWAS Danau Lindung Empangau Kabupaten Kapuas Hulu dapat diikutsertakan dalam Evaluasi POKMASWAS Tingkat Nasional Tahun 2011 untuk Bidang Pelestarian Sumberdaya Perairan.
Salah satu aspek yang menjadikan POKMASWAS Danau Lindung Empangau dapat memenuhi sekaligus unggulan kriteria evaluasi adalah keberhasilan dalam mempertahankan unsur pelestarian sekaligus menegakkan dan menerapkan aturan yang telah menjadi konsensus bersama sebagai kearifan lokal. Mereka telah optimal menegakkan keadilan hukum bagi siapa saja yang melanggar, termasuk bagi warga setempat. Misalnya pada Maret 2006, di Danau Lindung Empangau terjadi pencurian 3 induk ikan Arwana. Setelah dilakukan penyelidikan lapangan oleh pengurus adat beserta POKMASWAS, diperoleh temuan yang mencuri adalah penduduk Nanga Empangau itu sendiri. Akibatnya dijatuhkan sanksi berupa denda nominal bahkan pencuri beserta keluarganya diusir dari desa Nanga Empangau. Maka setelah lulus persyaratan administrasi dan kelengkapannya untuk mewakili Kalbar dalam Evaluasi POKMASWAS Tingkat Nasional Tahun 2011, pada tanggal 26 hingga 29 September 2011 telah turun tim evaluasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan ke Desa Nanga Empangau. Harapannya adalah melalui utusan POKMASWAS Danau Lindung Empangau agar dapat membuktikan eksistensi kearifan lokal yang tetap terpelihara, sekaligus mewakili masyarakat Kalbar yang sudah saatnya dapat berbicara pada level nasional.
Ir. Dionisius Endy, MMP