Warga Dusun Sungai Lung, Desa Sungai Abau, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar), akhirnya dapat menikmati dunia yang terang benderang. Fasilitas listrik bertenaga mikro hidro hadir di tengah-tengah kehidupan mereka. Pembangkit berkapasitas 5 kW adalah contoh solusi pemenuhan kebutuhan listrik di perdesaan dengan teknologi yang ramah lingkungan. Bahkan, kapasitasnya masih bisa ditingkatkan menjadi 9 kW. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang dibangun oleh beberapa program di WWF-Indonesia, baik Program Kalbar, Program Iklim dan Energi, serta Program Muller Schwaner ini merupakan upaya pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy). Keberadaannya diperkirakan dapat memacu produktivitas masyarakat Desa Sungai Abau. Selama ini, warga setempat belum mampu memanfaatkan kekayaan sumber daya alamnya dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.
Manajer Program Kalbar WWF-Indonesia, M. Hermayani Putera Jumat (14/1) mengatakan, inisiatif pembangunan PLTMH di Dusun Sungai Lung ini semata-mata untuk memanfaatkan sumberdaya air yang melimpah. "Ini juga menjadi bagian dari usaha WWF –Indonesia dalam membantu pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan akses listrik di perdesaan," katanya. Desa Abau merupakan bagian dari kawasan jantung Kalimantan atau Heart of Borneo (HoB). Keanekaragaman hayati di kawasan ini sangat tinggi dengan sumber daya airnya sangat besar. "Sedikitnya ada 14 dari 20 sungai utama di Pulau Kalimantan seperti Sungai Kapuas, Barito, dan Mahakam serta ratusan anak sungai berhulu di kawasan HoB ini," ujarnya.
Namun demikian, kata Hermayani, pembangunan PLTMH bukan semata-mata menitik beratkan pada pembangunan teknis saja. Sebab, dalam pelaksanaannya perlu diimbangi dengan persiapan sosial masyarakat, manajemen pengoperasian, dan juga pengorganisasian. Artinya, PLTMH akan berhasil baik jika ada perencanaan yang baik. Selain dibangun dengan kemampuan teknis yang baik, diperlukan pula perawatan yang baik. Dalam hal ini peran serta masyarakat sekitar yang menikmati listrik sangat penting dalam menjaga kesinambungan kinerja PLTMH.
"Untuk memastikan keberlanjutan manfaat dan fungsi PLTMH ini, WWF-Indonesia juga melatih kapasitas teknis masyarakat dalam mengelola dan merawat, termasuk memperbaiki jika ada perangkat yang rusak. Kita juga ikut memfasilitasi pembahasan di kalangan warga mengenai tarif yang disepakati untuk pemakaian listrik oleh setiap KK, yang akan dipergunakan juga sebagai dana pemeliharaan PLTMH," jelas Hermayani.
Sementara itu, Kepala Sub Bidang Pertambangan Energi dan Lingkungan Hidup Bappeda Kalbar, Dionisius Endy, ikut bangga dengan prakarsa WWF-Indonesia bersama AHB dan masyarakat Sungai Abau ini. "Semoga inisiatif positif seperti ini bisa dikembangkan di wilayah HoB lainnya, sehingga kehadiran program HoB bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat," ujarnya. Hubungan kapasitas pembangkitan listrik terhadap debit sungai seperti ini akan menyadarkan masyarakat untuk lebih peduli terhadap kelestarian hutan pada area tangkapan sungai. Sebab, jika hutan rusak, maka air sungai menjadi kering dan listrik pun padam. Sebuah akibat dari kerusakan lingkungan yang langsung dirasakan oleh warga.
"Dengan demikian, kehadiran listrik mikrohidro ini akan menggugah kesadaran masyarakat Sungai Abau, khususnya Dusun Sungai Lung untuk bergantung pada kelestarian fungsi hutan. Hutan lestari, sungai mengalir, listrik pun hadir," ungkapnya. (fai/WWF)