feeling sure that one has witnessed or experienced a new situation previously.
"Sampai ketemu lagi, kemarin", ucap Denzel Washington tersenyum.
Adalah salam yg gak jamak, selain ucapan senada "See you tomorrow". Namun jika ide ini bisa berangkat dari sebuah keinginan yg akan membebaskan manusia dari belenggu waktu (kemarin, sekarang, esok) sekaligus menaklukan dimensi keempat (waktu), apakah konsep itu telah berarti akan mengalahkan prinsip alam bahkan mengacaukan konsep manusia yg disebut takdir? Lantas jika manusia (akan) memiliki kesanggupan itu (as a time traveller, atau supernatural things?) dapat berarti bencana ataukah anugerah?
Aku memang telat menonton film ini, yg sempat tertunda lama DVDnya tersimpan di rak karena sudah keburu dibebani anggapan : "Ah, pasti kisah absurd lainnya!". Pilihanku membeli lebih dikarenakan faktor aktor Denzel Washington dan Tony Scott sang sutradara. Sebuah kolaborasi aktor dgn sutradara yg pernah menghasilkan film laga 'Man On Fire' (Denzel sbg 'hit man), maupun 'Crimson Tide' (kudeta di kapal selam militer, film macho yg gak ada pemeran perempuannya). Dua film yg cukup menjanjikan jaminan suspence thriller berkelas berikut detil jenis perangkat yg mendukung maksud skenario. Dan memang untuk 20 menit pertama, adegan berjalan lambat walau lurus terstruktur. Dengan puncak tujuan yg dibuka lewat drama peledakkan di sebuah kapal feri penyeberangan, berakibat setidaknya 530 korban tewas. Lantas 30 menit kemudian, baru masuk kepada inti film sekaligus mendaki kepada pesan cerita.
Film 'Deja Vu' juga seolah kelanjutan film Tonny Scott lainnya yakni 'Enemy Of The State' bareng aktor Will Smith (satu dari 10 film spionase dan i.t tercanggih, juga favoritku). Yakni penggunaan dan dampak tehnologi komunikasi untuk kepentingan intelegen milik pemerintah AS tapi gk pernah diakui keberadaannya karena super rahasia. Maka kali ini di film 'Deja Vu', hadir kecanggihan IT yg berikutnya serta lebih mengundang inspirasi (juga semakin menakutkan?) yg diberi nama cantik: Snow White. Kurang lebih penjabarannya dapat dijelaskan melalui percakapan ini :
*Jika melalui tehnologi ini kita bisa melihat masa lampau, aku tak berminat untuk menyaksikan bagaimana proses sebuah kejahatan dapat dibuktikan. Tapi aku lebih berminat bagaimana sebuah rekonstruksi itu dapat merubah alur proses kejahatan. Maka jelas, aku tak ingin melihat gadis itu mati. Melainkan tak perlu ada kehilangan, walau berarti merubah sejarah itu sendiri (time bended)*Jika kita ingat film berjudul 'Minority Report' (Tom Cruise, sutradara Steven Spielberg), adalah penggambaran sebuah ide sebagai 'Antisipasi kejahatan berdasarkan alat peramal (pre-cog) dgn akurasi ketepatan 99, 9%, memang memiliki ide dan gambaran yg sama. Tapi berbeda dgn film tema serupa namun lebih bernuansa psikologis seperti film 'Butterfly Effect' yg lebih dramatis, atau film 'Premonition' yg romantis, maka 'Deja Vu' memang lebih sbg kelanjutan dari film 'Enemy Of The State'. Konsep ramalan pada 'Minority Report' maupun 'Deja Vu' telah coba mem-visualkan sebuah hukum atau teori yg pernah diutarakan melalui ilmuwan jenius Albert Einstein yakni 'konsepsi menerobos dimensi lewat lubang waktu' (worm hole), serta ide perjalanan antar dimensi yg dikenal bahasa ilmiah: 'Jembatan Einstein'.
*Kami adalah saksi mata yg menggunakan setidaknya tujuh satelit canggih dari orbit luar angkasa. Kami dapat melihat objek dari semua sudut, bahkan sanggup menembus ke kamar tidur rahasia tiap orang melalui Snow White. Kami sanggup melihat apapun dan siapapun pada detik ini, bahkan peristiwa yg terjadi kemarin, lalu sekaligus mampu membuat rekonstruksi berdasarkan rekaman yg diolah dan analisa secara tiga dimensi via satelite2 tersebut. Kami adalah Snow White, seperti kisah putri salju yg menggunakan cermin ajaib untuk bisa bertanya sekaligus mendapatkan bahkan merubah jawaban nasib!*
'Deja Vu' melalui 'Snow White', mungkin gak bermaksud secara detail membuktikan tehnis teknologi lompatan waktu ('time slider' ato mesin waktu seperti perangkat fax maupun teleport). Ini bukanlah jenis film ilmiah, melainkan ada imbuhan manusiawi berikut romantika sekaligus inspirasi yg boleh mengajarkan ada satu pemikiran bahwa 'jiwa' (sesungguhnya) memang dapat menembus dimensi ruang dan waktu. Jiwa yg bisa lepas dari jeratan fisik (tubuh manusia) adalah sebuah konsep pembebasan yg eksist, seperti halnya sinyal telfon atau transmisi yg tak terlihat namun eksist serta dapat dipergunakan. Pemikiran yg setidaknya dapat menjembatani konsep klasik spiritual manusia, apakah ia memang memiliki jiwa (non materi) sekaligus kekal?
Film dgn durasi lebih dari 120 menit ini membawa banyak renungan setelah menonton. Namun yg lebih menarik minat bukanlah perkara kecanggihan tehnologi maupun teori Einstein, melainkan lebih menyentuh perkara kerinduan (tiap) manusia untuk selalu dapat berhubungan dgn masa lampau. Apakah digunakan untuk dapat memperbaiki sejarah, merubah kehidupan yg sekarang, maupun hal sentimentil lainnya. Memang, ide yg absurd dan aksi khayal khas film, walau siapa sih yg gak ingin mengalaminya. Lantas demi melihat latar belakang lokasi film bertempat di New Orleans, bisa dibayangkan jika sebuah ide dan kerinduan itu untuk kesanggupan merubah sebuah bencana. Dimana di tahun 2006 saat film ini dibuat, memang terjadi kehancuran masif yg menenggelamkan seluruh Provinsi New Orleans akibat badai Katrina. Bahkan penyelesaian film 'Deja Vu' ini sempat tertunda karena beberapa kendala tersebut yg masih dalam proses recovery.
Serta penekanan tokoh Denzel sengaja hadir untuk mewakili sosok local, dari wilayah yg sering disebut 'ibukotanya musik Blues n Jazz' ini. Kesan itu untuk memperkuat kehadiran unsur manusiawi yg berkaitan langsung sbg empathy, bahwa Deja Vu sebetulnya merupakan fenomena yg nyata. Nyata bahwa manusia memang tak lepas dari sejarah dan kenangannya, serta tiap manusia punya kerinduan untuk bisa kembali bahkan hidup di masa lampaunya. Deja Vu dapat membedakan manusia dgn mahluk hidup lainnya, yg bukan hewan apalagi tanaman.
*Selama ini aku selalu menangkap manusia yg disebut penjahat setelah
ia melakukan perbuatan jahatnya. Untuk kali ini, bisakah aku akan
menangkap manusia itu sebelum melakukan perbuatannya
sehingga tak perlu disebut penjahat?*
-duke-