Satpam di kantorku ada lima, kebetulan emang rupa2 warnanya. Serta yg tiga ngaku penggemar sepakbola dgn alasan masing2. Sebutlah si Andre, selama ini emang rada nyimak EPL dan La Liga terutama tim favoritnya Chelsea dan Barcelona. Analisanya lumayan rapih pakai statistik termasuk data faktor sejarah. Maka favorit Andre untuk piala dunia ini adalah Brazil sbg tim pemenang terbanyak, juga Spanyol dgn bekal juara Eropah 2008. Pun doi hafal setiap pemain beken serta paham karakter klub besar, tapi mentalnya gampang goyah kalo 'arisan'. Ini istilah mereka untuk terkadang saling taruhan berkisar 20 ribuan.
Kemudian si Heri, ini satpam lumayan pula ngikutin berita bola tapi oportunis. Ia gak perlu hafal nama pemain dan gak butuh tim favorit, tapi memilih taruhan berdasarkan mayoritas misalnya apa kata koran ato hasil gosip di kantin. Heri masang taruhan dimana-mana kayak nyari nafkah. Heri gak biasa beranalisa tapi istilahnya seru mirip preman yg mestinya dilarang di sepakbola kayak 'bantai jak' (logat metal, 'Melayu kenTal'), kipernya jago terbang, tendangan geledek melengkung, serangan topan badai, gocek kaki seribu, dst. Gak heran kalau Heri demen sama tim staying power Jerman dan Ghana yg memang ngotot, setelah favoritnya gagal yakni tim Inggris.
Satu lagi Sarman, rada pendiem tapi doyan klenik dan bisa punya bini dua. Gaya lagunya persis ki Joko Bodo, misterius, gak terlalu suka bola tapi demen arisannya. Sarman hanya mau nimbrung bola atau pasang taruhan ketika kedua tim mulai muncul di TV. Salah satu alasan adalah harus melihat warna bajunya dulu. Entah bisikan dari mana, dia pernah bersabda, "Setiap tim berbaju biru pasti kalah walaupun pernah menang". Hal ini pernah terbukti ketika Uruguay dihajar Belanda, apalagi dia paham jika tim favoritku adalah the Blues Uruguay selain Meksiko, dan tentu Spanyol. Uruguay memang seolah mentok di babak akhir, kalah dari Belanda. Lumayan heran ketika Brazil bertemu Belanda, Andre dan Heri memilih Brazil sementara aku dan Sarman sebaliknya tapi beda skor. Aku memprediksi skor 2-1 sementara Sarman cukup 1-0 dgn alasan "Seru, tapi Brazil akan terkunci". Entah apa maksudnya, yg jelas Sarman menang. Tentu aku gak ikutan dong, anti judi ehehee
Situasi makin 'panas' ke akhir minggu, terutama pembicaraan seolah cuma Belanda dan Jerman. Uruguay dan Spanyol samasekali gak dianggep, sementara prediksiku tetap bertahan dgn Uruguay dan Spanyol. Andre sebetulnya sempet bimbang karena awalnya memilih Spanyol demi faktor Barcelona. Tapi doi 'trauma' lantaran Spanyol pernah kalah dari Swiss justru di babak awal, akibat ikut saranku. Juga saat Spanyol ketemu Paraguay, saat itu semua pilih Spanyol. Maka arisannya berbentuk tebakan skor bola. Prediksiku mutlak 4-0, sementara Heri pasang 1-0 dan Sarman milih 0-0 untuk berakhir adu penalti. Andre mengikuti prediksiku dan akhirnya kalah, sementara aku keburu ke Jakarta. Andre semakin kehilangan keyakinannya terhadap peluang Spanyol.
Maka ketika Jerman berhadapan dgn Spanyol, otomatis ketiga satpam sepakat pegang Jerman. Lalu kemarin sore Andre ke ruanganku buat ngantarin peta, dia nanya lagi, "Masih Spanyol pak?". Jawabku, "Masalahnya apa?". Andre mendadak curhat, sembari butuh 'ekstra siraman bathin' untuk berani kembali ke selera asal. Tanggapankupun bijak bagi yg krisis iman seperti Andre begini. "Untuk bisa ngalahin Barcelona termasuk Spanyol, cuma satu. Selain musuh dirinya sendiri, adalah anti football. Dan hanya satu orang yg paham, Jose Mourinho. Justru tim agresif dan pede tinggi kayak Chelsea termasuk Jerman, bakal jadi makanan empuk. Gak ada ampun, Jerman jelas beda level dan bakal dihajar 0-2 dalam kondisi segar. Mengalahkan lawan dgn kondisi babak belur, itu biasa. Spanyol lebih kejam, mereka matador. Sanggup membunuh lawannya mati sembari berdiri, sekarat seperti banteng. Jerman dipermalukan tanpa merasa pernah maen bola. Paham?"
Lantas tadi pagi sebelum aku ninggalin kantor untuk tiga rapat (Tata Ruang Provinsi di Hotel Kini, DAS Kapuas di Hotel Gajah Mada, dan orang utan di Orchad, kali ini gak sbg pembicara), buru2 si Andre menghampiri tapi wajahnya suntuk. Gak salah nih, kan sudah diberi siraman rohani kemarin? "Maaf pak, saya gak kuat. Tadi subuh semua pada pegang Jerman, saya terpaksa ikutan. Jadi kami hanya tebak skor, dan gak ada yg menang. Tapi besok di final, saya pasti pegang Spanyol deh. Tapi Heri dgn Sarman sekarang pada milih Spanyol juga pak, jadi sudah ada tebakan buat skor akhir gak?'
Aku cuma menggeleng, sembari berfikir bahwa kesenjangan itu memang ada. "Nih kamu beli Ge-ef 2 bungkus, taruh di meja saya. Kembaliannya ambil, mending kamu jgn arisan lagi. Kesian anak istri, tapi yg paling parah ya kamu sudah bikin rusak sepakbola aja!", sembari gw nyodorin selembar 100 ribu dan langsung brangkat. Emangnya gw si Paul gurita?
-duke-