(Telaahan dan Relevansinya Terhadap Kalbar)
Laut China Selatan memiliki peran dan arti geopolitik yang vital karena menjadi titik temu beberapa Negara yang memiliki kelautan. Antara lain Negara China dengan para tetangganya terutama yang berada di wilayah ASEAN, untuk konteks sejarah, teritorial, keamanan, serta akses pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam berikut energy security. Wilayah Laut China Selatan disebut pula maritime superhighway, merupakan salah satu jalur pelayaran internasional paling sibuk di dunia. Sebutlah lebih dari setengah lalu lintas super tanker dunia berlayar melalui Laut China Selatan sebelum melintasi Selat Malaka menuju Asia Timur, Selat Karimata dan Selat Sunda (ALKI 1), maupun Selat Lombok di Indonesia menuju Australia.
Di wilayah Laut China Selatan terdapat beberapa pulau kecil, termasuk eksistensi kepulauan Spratly dan Paracel yang popular sebagai salah satu sumber sengketa. Jika meninjau nilai ekonomis dalam konteks sumberdaya alam di daratan kedua kepulauan tersebut, nyaris tidak signifikan produktif bahkan dikategorikan tidak sanggup menyokong aspek kehidupan termasuk aktivitas manusia. Namun sejak diketemukan cadangan minyak bumi pada akhir 1968 yang berdampak menaikkan estimasi ekonomis di Laut China Selatan secara dramatis, telah berkembang spekulasi bahwa kepulauan Spratly dan Paracel merupakan daerah kaya sumber berikut cadangan minyak yang belum dieksplorasi.
Dalam tinjauan lain, prospek wilayah Laut China Selatan tidak hanya terbatas pada jalur pelayaran dan perdagangan, energy security maupun zona perikanan. Namun diindikasi telah berkembang menjadi kepentingan strategi militer terutama Negara China untuk manuver kapal selam dan persenjataan nuklir (deterrence), sekaligus menjadikan kepulauan Spratly dan Paracel basis pangkalan intelijen, pengawasan dan pengintaian militer China. Hingga dalam konsekwensi perkembangannya memaksa RRC lebih agresif dan berdampak kawasan Laut China Selatan sebagai simpul sengketa antara beberapa kepentingan dari Negara Taiwan (transboundary), konflik kedaulatan dengan Vietnam, Malaysia, Filipina, serta Brunei bahkan Indonesia dalam konteks zona ekslusif perikanan.
TINJAUAN 1. Persoalan apa saja yang perlu diatasi terkait masalah perbatasan dengan Negara tetangga, terutama yang berkaitan dengan masalah perbatasan di wilayah perairan Kalbar?T e l a a h a n :
a. Secara administratif, Provinsi Kalimantan Barat memiliki batas darat maupun perairan laut bersebelahan (adjacent states of maritime boundaries) dengan Negara Malaysia yakni di wilayah Tajung Datuk di Dusun Camar Bulan, Desa Temajo Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas.
b. Melalui pendekatan administratif telah menegaskan suatu aspek pengakuan kedaulatan (sovereignty) serta pemberdayaannya secara aktual dan faktual terhadap wilayah itu (effective occupation).
c. Namun dalam penerapannya, antara lain, secara kualitas hidup (Index Pembangunan Manusia) pada masyarakat di Dusun Camar Bulan serta di kawasan perbatasan di Kalbar umumnya, terdapat kesenjangan taraf hidup dengan mayoritas masyarakat di kawasan bagian Negara Serawak.
d. Faktor kesenjangan kesejahteraan (prosperity) dapat merupakan pangkal persoalan yang mengacu bahkan merembet menjadi kasus pelanggaran hukum (illegal trading, illegal fishing, illegal logging, trafficking) hingga dekadensi berkebangsaan (security) akibat lebih berorientasi ekonomi.
e. Persoalan lain dengan masalah perbatasan di wilayah perairan Tanjung Datuk, adalah faktor teknis berupa tanda batas Negara (reference points) serta belum terdapat kesepakatan demarkasi kedua pihak yang mengikat.
f. Berdampak pernah terjadi perselisihan (boundary dispute) pada kawasan perairan bernama Gosong Niger yang berjarak sekitar 5,5 Mil Laut dari arah Utara daratan Tanjung Datuk pada tahun 2006. Pihak Malaysia menyatakan Gosong Niger sebagai wilayah konservasi dan wisata diving Serawak, maka nelayan Sambas yang secara turun temurun telah menangkap ikan di sana tidak lagi memiliki akses bahkan diusir oleh kapal patroli laut Serawak.
g. Salah satu sikap Pemerintah Provinsi Kalbar adalah mendirikan menara suar setinggi 40 meter di Tanjung Datuk serta sejumlah pelampung suar di perairan Gosong Niger tahun 2007. Meski suar bukan atribut sebagai marka Negara maupun batas wilayah, namun keberadaannya dapat memperkuat eksistensi NKRI sebagai petunjuk arah dan khususnya orientasi wilayah tangkap ikan bagi nelayan lokal di perairan Dusun Camar Bulan.
TINJAUAN 2. Bagaimana pengembangan dan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kalimantan Barat?
T e l a a h a n :
a. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui sektor teknis yakni Dinas Kelautan dan Perikanan telah membuat Dokumen Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berdasarkan Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K).
b. Dokumen Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara hirarkis terdiri atas Rencana Strategis WP3K, Rencana Zonasi WP3K, keduanya sedang dalam tahap penyelesaian menuju penetapannya, kemudian Rencana Pengelolaan WP3K, dan Rencana Aksi WP3K.
c. Khusus pola ruang pada wilayah perairan perbatasan Negara di Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas menurut Rencana Zonasi WP3K Prov. Kalbar, adalah sebagai Kawasan Strategis Nasional yang diatur menurut Peraturan Pemerintah No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maupun sebagai Border Development Centre sesuai menurut RTRW Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2004.
d. Berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 78/2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar, tidak terdapat pulau-pulau kecil terluar (outermost islands) di Provinsi Kalimantan Barat.
e. Provinsi Kalimantan Barat memiliki 7 (tujuh) kabupaten / kota pesisir, yakni Sambas, Bengkayang, Kota Singkawang, Pontianak, Kubu Raya, Kayong Utara, dan Ketapang.
f. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 39/2011 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 32/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan, ditetapkan 6 (enam) Kawasan Minapolitan di Kabupaten Sambas, Bengkayang, Kayong Utara, Ketapang, Kota Pontianak, dan Kabupaten Kapuas Hulu.
g. Selanjutnya melalui pengembangan Kawasan Minapolitan yang memiliki fungsi utama ekonomi berupa sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya, menjadi sentra pembangunan berbasis kewilayahan untuk sektor kelautan dan perikanan di Kalbar.
TINJAUAN 3. Bagaimana pihak Pemprov Kalbar melihat persoalan sengketa kepemilikan perairan di Laut China Selatan yang melibatkan Negara China dan beberapa Negara ASEAN?
T e l a a h a n :
a. Mengacu UU No. 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 10 Ayat (3) mengamanatkan Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, meliputi: (a). politik luar negeri; (b). pertahanan; (c). keamanan; (d). yustisi; (e). moneter dan fiskal nasional; dan (f). agama.
b. Mengacu UU No. 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 18 Ayat (3) mengamanatkan kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi.
c. Adapun pihak Pemprov Kalbar dalam melihat persoalan sengketa di Laut China Selatan sebagai pelimpahan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah, akan meninjau menjadi dua persoalan utama.
Yakni pertama, kedaulatan teritorial yang membahas tentang kepemilikan wilayah daratan yang berada di daerah ini (kepulauan Spratly dan Paracel), sekaligus bukan menjadi urusan dan kewenangan provinsi.
Kedua, kedaulatan maritim yang berhubungan dengan penetapan batas perairan (laut) yang telah ditetapkan oleh Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS III – 1982). Dimana berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1 Tahun 2009 tentang Wilayah Penangkapan Perikanan, WPP 711 meliputi Laut China Selatan, Laut Natuna, dan Selat Karimata sebagai basis perikanan tangkap utama di Kalbar.
TINJAUAN 4. Implikasi terhadap Kalimantan Barat jika sengketa kepemilikan perairan di Laut China Selatan berkembang menjadi konflik terbuka?
T e l a a h a n :
a. Jika sengketa kedaulatan teritorial di perairan Laut China Selatan berkembang menjadi konflik terbuka, terutama Negara Indonesia sebagai anggota ASEAN serta yang telah meratifikasi UNCLOS III – 1982, harus aktif terlibat sebagai mediasi diplomatik menurut aturan dan konvensi yang berlaku.
b. Jika sengketa kedaulatan maritim di perairan Laut China Selatan berkembang menjadi konflik terbuka dan berdampak merubah wilayah kedaulatan Nusantara termasuk Zona Ekslusif Ekonomi 200 mil laut, maka Indonesia termasuk Kalimantan Barat harus bersiap menghadapi setiap kemungkinan mulai dari kesediaan menampung para pengungsi Negara tetangga, hingga menyiapkan lokasi pangkalan militer Indonesia di wilayah Kalbar.
TINJAUAN 5. Peran apa yang perlu dilakukan Indonesia untuk turut mencari solusi damai atas sengketa kepemilikan perairan di Laut China Selatan?
T e l a a h a n :
a. Meninjau strategi pendekatan RRC terhadap diplomasi konflik di Laut China Selatan, adalah kekuatan negosiasi bilateral terhadap Vietnam di kepulauan Paracel. Namun menjadi janggal ketika RRC juga menjalankan negosiasi yang sama terhadap kepulauan Spratly, karena harus melibatkan banyak Negara (Vietnam, Malaysia, Filipina dan Brunei) sepatutnya berlaku diplomasi multilateral (melibatkan para pihak).
b. RRC menyadari tingkat kesulitannya dalam menghadapi koalisi Negara kecil sebagai penyeimbang kekuatan, seperti ASEAN ketika bersatu. Maka digunakan negosiasi "satu demi satu", berupa diplomasi bilateral dengan asumsi pandang bahwa penyelesaian sengketa harus dilakukan oleh dua pihak bersangkutan tanpa intervensi lain.
c. Peran aktif Indonesia untuk turut mencari solusi damai, antara lain :
• Mempererat kekuatan penyeimbang yakni solidaritas ASEAN secara multilateral, termasuk mendukung kebijakan "kebebasan navigasi di Laut China Selatan" yang sejalan dengan hukum dan konvensi Internasional.
• Meningkatkan kerjasama dan kesepahaman antar Negara yang terkait pengelolaan perikanan di Laut China Selatan, bagi sesama anggota ASEAN, maupun dengan Vietnam yang selama ini bermasalah Illegal Fishing hingga ke wilayah perairan Kalbar. Melalui perencanaan dan hubungan bilateral (G to G difasilitasi pusat), dapat dikembangkan potensi armada dan muatan kapal ikan Vietnam untuk dapat dilegalkan (relugated fishing) untuk didaratkan serta berkontribusi bagi bahan baku industri Minapolitan Tangkap untuk kemudian diolah di Kalbar.
[Dionisius Endy]